Zahra, Nahdiyati Muchlis (2023) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN KARENA PERBEDAAN LETAK GEOGRAFIS DALAM PERKAWINAN ADAT MANDAR (Studi Kasus di Desa Ba’babulo Kecamatan Pamboang). Diploma thesis, Institut Pesantren KH. Abdul Chalim.
Text (Cover dan Abstrak)
Cover dan Abstrak.pdf - Published Version Download (905kB) |
|
Text (BAB 1)
BAB 1.pdf - Published Version Download (854kB) |
|
Text (BAB 5)
BAB 5.pdf - Published Version Download (548kB) |
|
Text (Daftar Pustaka)
DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version Download (485kB) |
|
Text (Skripsi Zahra Full)
zahra nahdiyati muchlis siap print.pdf - Published Version Restricted to Repository staff only Download (2MB) |
Abstract
perkawinan adalah suatau akad atau perikatan yang membangun sebuah rumah tangga atas ridho dari Allah SWT. Di Indonesia perkawinan telah diatur secara jelas dan rinci dalam UU No. 1 tahun 1974. Dalam hukum islam apapun bentuk model perkawinan sepanjang telah memenuhi rukun dan syaratnya maka perkawinan itu di anggap sah. Sementara menurut hukum perkawinan Indonesia, selain sah menurut agama dan kepercayaannya, suatu perkawinan memiliki kekuatan hukum apabila dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) bagaimana bentuk larangan perkawinan berdasarkan perbedaan letak geografis dalam perkawinan adat Mandar? 2) bagaimana tinjauan hukum islam terhadap larangan perkawinan perbedaan letak geografis dalam perkawinan adat Mandar?
Larangan perkawinan dalam suku Mandar diyakini dapat mengubah status sosial dan silsilah lama di keluarga pesisir. Hal ini dikarenakan masyarakat pesisir menganggap mereka memiliki status sosial lebih tinggi dibandingkan masyarakat pegunungan. Bahkan seiring dengan perkembangan zaman beberapa masyarakat pesisir masih tetap mempertahankan tradisi mereka.
Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengambalian data antara lain; observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laranngan perkawinan pesisir (pa’biring) dan pegunungan (pa’buttu) tidak dapat menyatukan keluarga pesisir dan pegunungan. Keluarga pesisir menganggap keluarga pegunungan tidak sederajat dengan mereka yang dikatakan ningrat dan dianggap lebih berpendidikan serta memiliki kesejahteraan hidup yang baik. Bahkan mereka masih tetap mempertahankan tradisi dan kebudayaannya termasuk larangan perkawinan karena perbedaan letak geografis ini. Adapun dampak yang terjadi akibat adanya larangan perkawinan ini antara lain; dampak personal dan dampak sosial. Apabila aturan ini dilanggar, mereka akan dikucilkan dalam pergaulaan di keluarga daerah pesisir, atau bahkan tidak akan diakui lagi sebagai bagian dari keluarganya.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hukum Islam, Larangan Perkawinan, Adat Mandar |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Syariah > Hukum Keluarga Islam |
Depositing User: | S1 HKI IKHAC |
Date Deposited: | 23 Feb 2024 08:17 |
Last Modified: | 23 Feb 2024 08:17 |
URI: | http://repository.uac.ac.id/id/eprint/2661 |
Actions (login required)
View Item |